Di Amerika Serikat, peran Internet dalam perpolitikan sangat menjanjikan. Skenario optimis mengatakan bahwa dialog antara politisi dan warga dapat terjadi tanpa harus dimediasi oleh pers-pers besar dan uang serta bebas dari iklan dan soundbite. Jika skenario ini berjalan, maka pemilih dapat berdiskusi di antara mereka dan membentuk opini-utama yang sebelumnya sulit dilakukan.
Namun, perlu disadari bahwa Internet memunculkan sejumlah pertimbangan yang berbeda dari media konvensional. Sebagai contoh, problem tradisional media adalah dalam hal akses dan kontrol. Dengan biaya yang murah untuk mengirim informasi, Internet sebagai media baru mengubah arsitektur komunikasi dari arus tunggal menuju arus interaktif [multi-arus]. Hal ini mengubah aspek akses dan kontrol karena memungkinkan setiap pemilih atau kelompok menyumbangkan informasi kepada khalayak umum dan memungkinkan pemilih berkomunikasi di antara mereka sendiri.
Sayangnya, selain skenario dan kontribusi positif Internet tersebut [komunikasi interaktif], terdapat sisi negatif Internet yang mengandung masalah-masalah etis, yakni:
[1] pelanggaran privasi berupa pengumpulan informasi tentang pengguna tanpa sepengetahuan dan izin yang bersangkutan;
[2] informasi yang tidak akurat bahkan sengaja menyesatkan; serta
[3] fragmentasi sektoral.
Pengumpulan Informasi Tentang Pengguna Tanpa Izin
Situs Web dapat mengumpulkan informasi tentang pengunjungnya melalui tiga cara. Pertama, dengan cara membuat pertanyaan dalam format saiber yang interaktif kepada pengunjung situs. Jawaban pengunjung tersebut akan menentukan bagaimana interaksi akan berlangsung dan pengunjung akan memperoleh apa yang dipilihnya. Kedua, melalui cookie-jar yang secara otomatis selalu menyimpan setiap alamat situs yang dikunjungi oleh pengguna Internet. Dan ketiga, perancang situs Web dapat memakai site-tracking yang bisa mengikuti pengguna Internet dari satu situs ke situs lainnya. Perpindahan kunjungan situs tersebut dapat dijadikan petunjuk mengenai kepentingan seseorang. Identitas pengguna [IP-address] juga dapat dilacak. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengguna Internet harus beranggapan bahwa segala aktifitas mereka dalam Web sedang direkam dan akan digunakan oleh pihak tertentu.
Bagaimana operator situs menggunakan informasi yang terkumpulkan tersebut? Dalam hal ini terdapat sebuah aplikasi issue-modelling. Ketika pengguna Internet kembali lagi mengunjungi suatu situs, Web akan mendeteksi IP-address dan aktifitas pengguna dalam situs tersebut [jawaban-jawaban, pilihan-pilihan, apa yang dilihat, situs lain yang dikunjungi, terhubung kemana saja]. Kemudian komputer akan mengubah informasi halaman Web yang terpasang untuk setiap pengguna. Jadi Web akan menyajikan sebuah halaman Web yang mencerminkan topik kepentingan pengguna tertentu pada saat itu.
Di dunia bisnis, seperti yang dilansir harian Seputar Indonesia edisi 15 April 2008, para raksasa Internet seperti Google, Yahoo dan Microsoft dalam rangka pertarungan sengit memperebutkan pendapatan iklan online dan mampu menyajikan iklan tepat kepada sasaran, juga mempelajari aktivitas online para pengguna. Misalnya, Yahoo mampu mengetahui kata kunci apa saja yang paling sering digunakan pengguna untuk melakukan pencarian. Yahoo pun menyajikan iklan-iklan yang berhubungan dengan kata-kata kunci tersebut ketika pengguna membuka halaman-halaman Yahoo.
Sebagai contoh, apabila pengguna Yahoo kerap melakukan pencarian dengan kata-kata kunci yang berhubungan dengan dunia otomotif, maka Yahoo pun menyajikan iklan otomotif ketika pengguna membuka halaman berita di situs Yahoo. Yahoo bahkan mampu mengetahui kebe-radaan penggunanya. Misalnya ketika pengguna berada di Indonesia, maka Yahoo pun menya-jikan iklan-iklan yang berhubungan dengan Indonesia, atau dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
Ulah para raksasa Internet tersebut ternyata membuat cemas para pengguna Internet. Jajak pendapat Harris Interactive Inc. di Amerika Serikat terhadap 2500 orang mengungkap, sebanyak 59 persen responden merasa cemas privasinya dilanggar karena “dimata-matai” oleh Google, Yahoo dan Microsoft. “Situs-situs yang mempelajari perilaku online pengguna harus menawarkan manfaat lebih besar kepada pengguna agar pengguna tidak merasa dimanfaat-kan semata untuk mengeruk pendapatan,” ujar Professor Hukum Publik Columbia University Dr. Alan F. Westin, perancang jajak pendapat Harris Interactive tersebut.
Dalam dunia politik, memiliki informasi tentang kepentingan pribadi seseorang dapat memberikan operator kemampuan untuk mengolah pesan yang menarik secara indvidual. Pemirsa Internet dapat takjub tatkala seorang kandidat bisa mengurusi masalah lingkungan hidup di situs Web padahal sebelumnya tidak pernah berbicara tentang topik tersebut di forum-forum publik lainnya. Analisis komputer tersebut tidak akan sempurna, apalagi terdapat peluang salah menafsirkan kepentingan seseorang dari pola kunjungan situsnya. Namun analisis komputer tersebut akan meninggikan probabilitas penyampaian informasi menarik bagi permirsa Internet. Hal ini merupakan kiat sederhana untuk memberikan informasi bersifat personal berdasarkan kepentingan individu daripada melihat angka rata-rata statistik kemungkinan pengunjung situs.
Namun demikian, aktivitas mengumpulkan informasi personal tanpa sepengetahuan pemiliknya merupakan pelanggaran etis atas ruang pribadi individu. Apakah kebutuhan pengembangan komunikasi politik membenarkan pelanggaran pribadi ini? Ayn Rand [1943] menyatakan, bahwa “peradaban sipil adalah proses menuju masyarakat yang mempunyai hak atau ruang pribadi.” Jelas bahwa pengumpulan informasi dalam media seperti Internet tidak menyumbang pada kemajuan peradaban sipil. Disebabkan oleh keinginan mengembangkan efisiensi dan efektifitas komunikasi politik, kita merancang perangkat yang oleh standar nilai dapat dinilai melewati batas keintiman yang tidak diinginkan.
Proses mengumpulkan, menyimpan dan bertindak berdasarkan data yang diambil diam-diam dari pengunjung itu harus dipertanyakan. Pada taraf mana aktifitas pengumpulan data melanggar hak atau ruang pribadi individu? Kapan penggunaan informasi ini dapat dinyatakan manipulatif dan membahayakan? Namun terdapat fakta yang mengecewakan untuk menjawab pertanyaan tersebut, yakni media Internet tidak mengenal kontrol.
Walaupun pemerintah dapat meluncurkan aturan hukum yang memadai, secara teknis sulit menerapkan tindakan hukum. Sebab, tidak ada organisasi pemilik, tidak ada menara siar atau cetakan resmi dan tidak ada batasan yang dapat ditegakkan. Kita dapat menentang pelanggaran hak asasi pribadi, tetapi belum ada yang menemukan terapi hukum yang konstitusional. Dalam kaitan ini, kita dapat memerangi teknologi dengan teknologi. Pada waktunya akan ada perangkat lunak yang mengalahkan invasi cookie-jar dan site-tracking dan modus intervensi lainnya. Karena itu keamanan informasi pribadi merupakan tanggung jawab masing-masing pengguna.
Namun demikian, setidaknya yang dapat dilakukan adalah memberitahukan kepada pengguna Web bahwa kebiasaan browsing mereka dapat direkam dan dimanfaatkan pihak tertentu. Apakah publik mengetahui jika informasi tentang mereka akan diolah untuk menjadikan mereka sebagai target pesan politik? Apakah publik rela jika kebiasaan browsing mereka dianalisa untuk kampanye kaum buruh, strategi persuasi dan untuk kepentingan siapapun yang memiliki teknologi dan kecenderungan untuk melakukannya? Namun itu saja belum cukup, media-media mainstream perlu membahas masalah ini secara terbuka dan provider harus menjadikan ini sebagai masalah penting. Pemahaman praktik ini akan memampukan pengunjung Internet untuk memahami bahwa Internet bukanlah media pribadi.
Apalagi saat ini belum ada yang mengetahui tingkat toleransi masyarakat atas pemantauan komputer dimaksud. Ada argumen yang menyatakan bahwa dengan demikian setiap pengunjung Web akan diperlakukan sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Oleh karena itu mengapa tidak memberikan apa yang mereka inginkan? Argumen ini mungkin terdengar persuasif dan masuk akal, namun dapat mengarah kepada manipulasi terhadap pemilih, sebagai bagian dari agenda-setting politik. Manipulasi akan terjadi bila sebuah kampanye politik merangkai agenda kebijakan politik yang berbeda-beda untuk setiap kelompok pemilih, bahkan berbeda-beda untuk setiap orang pemilih.
Efek Web atau Internet yang menghasilkan strategi memecah dan menguasai publik akan menyukseskan kandidat untuk menjangkau berbagai kelompok dengan kesan yang sebangun, sementara itu kandidat tetap menyembunyikan keseluruhan gambaran dari semua kelompok. Karena itu pemilih bisa dimanipulasi oleh proses agenda-setting dimana setiap kelompok akan mempunyai visi yang berbeda-beda tentang seorang kandidat.
Informasi yang Tidak Akurat Bahkan Sengaja Menyesatkan
Setiap orang harus melihat informasi yang terdapat di Web dengan kritis, terlebih lagi reporter dan kalangan professional yang dapat menyebarkan informasi tersebut jauh dari sumber atau versi aslinya sehingga akan melipatgandakan dampaknya. Karena itu reporter memikul tanggungjawab etis untuk memeriksa fakta-fakta yang diolah dari Internet.
Dengan biaya yang relatif murah [25 dollar], setiap orang bisa membuat situs Web pribadi atau situs Web organisasi. Bahkan jika cuma sekadar menjadi anggota atau membuat mailing list tertentu atau bahkan memiliki blog pribadi, hal ini bisa didapatkan tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun, tentu di luar biaya yang dikeluarkan untuk berlangganan sambungan Internet itu sendiri. Ini berarti setiap orang, setiap kelompok, setiap partai, setiap organisasi apapun juga, dapat melansir berita dan opini apapun di Internet, karena tidak ada lembaga apapun yang akan bertindak sebagai lembaga sensor untuk informasi apapun yang ditayangkan di Internet. Oleh karena itu, verifikasi atas informasi yang ditayangkan di Internet adalah tanggung jawab pengguna Internet itu sendiri.
Setiap orang yang mendapatkan informasi dari Web harus waspada. Pengguna Web pada umumnya tidak memahami konsep hubungan jaringan dalam Web. Saat pengguna mengklik sebuah alamat situs yang diakses dari sebuah situs Web, maka sebetulnya ia telah beralih kepada situs Web yang lain pula. Sebagai contoh, sebuah kasus di Amerika Serikat, seorang juru bicara—Adelaide Elms—menceritakan tentang pengguna yang berkunjung ke situs non-partisan PVS [Project Vote Smart], yang dberitahukan bahwa semua link yang terhubung dengannya adalah buatan PVS. Padahal salah satu link yang tercantum dalam halaman PVS setelah diklik ternyata disapa dengan ucapan: “Selamat Datang di Homepage Komite Nasional Partai Demokrat,” namun pengunjung menganggap situs tersebut adalah buatan dan mitra kerja PVS karena dapat diakses dari situs PVS.
Contoh lain, seseorang mendapatkan surat elektronik [email] di kotak inbox email Yahoo yang berisi informasi bahwa Yahoo telah mengundi alamat email orang tersebut dan ia memenangkan hadiah uang tunai sebesar 250 dollar AS yang akan ditransfer ke rekening e-gold yang memang dimiliki orang tersebut di Internet. Orang tersebut percaya kepada informasi tersebut karena email tersebut memang seolah berasal dari Yahoo—dengan tampilan Web yang persis sekali dengan tampilan Yahoo yang asli. Disampaikan bahwa sebelum orang tersebut menerima hadiah uang yang akan ditransfer ke rekening e-gold miliknya, terlebih dahulu ia harus membayar biaya administrasi dengan mentransfer ke rekening e-gold tertentu sebesar beberapa dollar, suatu hal yang memang dilakukannya.
Namun setelah persyaratan itu ia cukupi, ternyata hadiah uang yang dijanjikan tak kunjung masuk ke rekening e-gold miliknya. Kasus ini sebagai bukti bahwa bahkan situs email seperti Yahoo pun tak luput dari pemalsuan oleh pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan illegal di Internet. Menyadari hal ini, kemudian Yahoo melengkapi situsnya dengan segel pengaman [berupa tampilan gambar dan password tambahan] untuk menjaga keyakinan pengguna email bahwa situs yang diakses adalah benar-benar situs Yahoo yang asli.
Seorang wartawan CBS Charles Kurait, menemukan banyak hal menarik tentang Galileo di Web dimana Gereja diposisikan sedikit lebih baik, namun ternyata artikel tersebut ditulis oleh seseorang dari Vatikan, sebagai loyalis yang mencoba menulis ulang sejarah. Untungnya Kurait tahu banyak tentang sejarah Galileo. Tapi bagaimana dengan pengunjung awam? Apakah hal ini bisa terjadi pada media lain? Tentu saja bisa, tetapi lain halnya di Internet, karena Internet adalah ruang yang dinamis, maya, anonim dimana semua pihak yang memiliki agenda tertentu bisa melansir berita apa saja.
Bagi para jurnalis, sikap terbaik terhadap informasi yang terdapat di Internet adalah mempercayai informasi tersebut namun melakukan verifikasi atas kebenarannya merupakan tindakan bijaksana yang perlu dilakukan. Namun jika tidak, Menurut Marvin Kalb seorang wartawan CBS, para jurnalis dapat melakukan apa yang dinamakan sebagai tyranny of the file, yaitu suatu kondisi dimana jurnalis menggunakan data-data dari arsip yang tercemar. Data yang tidak akurat akan melekat dalam laporan satu kepada laporan lain yang memakai data yang tercemar tersebut.
Pemikiran Kalb menumbuhkan kecurigaan tentang penggunaan informasi Internet di ruang redaksi, misalnya saja situs Web yang berisi banyak berita palsu selama masa pemilihan presiden AS. Berita itu tampaknya representatif, dengan tampilan yang layak, alamat Web dan teks yang meyakinkan, padahal situs Web tersebut adalah palsu. Alamat Web yang asli kadang hanya dibedakan dari ekstension URL-nya saja [dot-com, dot-edu atau dot-org] atau garis hubung. Misalnya, www.dolekemp96.org adalah situs kandidat Partai Republik, sedang www.dole-kemp.org adalah situs palsu.
Terlepas dari kenyataan ini, verifikasi atas informasi Internet adalah tanggungjawab pengguna. Pengguna yang memakai informasi Web untuk melakukan penilaian politik wajib mengetahui kredibilitas atau kebenaran sumber informasinya. Adalah kewajiban pengguna untuk mencurigai setiap klik yang ditekan dan situs yang diakses.
Fragmentasi Sektoral
Internet berpotensi melakukan fragmentasi terhadap khalayak atau para pemilih. Berbeda dengan media suratkabar—dimana semua berita dan informasi disajikan sekaligus di dalam lembaran suratkabar dan pembaca dapat mendapatkan semua informasi dengan membaca semua informasi yang tersedia—Internet justru memecah dan membagi informasi berdasarkan topik-topik [atau judul-judul] yang ditulis secara hiperteks, di mana informasi dapat ditelusuri dan dibaca setelah pengguna Internet mengklik hiperteks tersebut.
Penyusunan informasi di situs Web dalam bentuk demikian, memang merupakan keharusan bawaan yang melekat dalam media seperti Internet. Sehingga pengguna Internet, dengan demikian, akan mengubah pendekatan dan budaya membaca informasi yang disajikan situs Web dengan hanya membaca topik-topik yang memiliki nilai penting dan bermanfaat bagi dirinya. Ketika berkunjung ke sebuah situs Web, seseorang hanya akan mencari informasi yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Ia akan mengikuti keingintahuannya sendiri dan merangkai kumpulan fakta pribadi tentang sebuah isu atau tema tertentu.
Seperti halnya televisi kabel, Web melakukan penargetan—hingga ke taraf ultra-targetting—terhadap audiens. Ultra-targetting tersebut menghasilkan segmentasi audiens dengan menjauh-kan pengguna dari situs-situs umum dan mengarahkan mereka sesuai kepentingan mereka masing-masing. Kapasitas luar biasa Internet untuk menargetkan audiens tersebut menjadi kunci untuk semakin mencemaskan bahaya fragmentasi.
Berhadapan dengan media Internet, orang-orang yang mengejar agendanya sendiri akan sangat mungkin membatasi keterbukaan mereka dalam menerima informasi dengan dua cara. Pertama, mereka mungkin ketinggalan informasi atas isu-isu yang terjadi di luar pemindaian rutinnya. Dan kedua, ketika mereka mengejar informasi berdasarkan sudut pandang partisan dan ideologis, mereka akan menanggung risiko tidak mendapatkan informasi dari sudut pandang yang berlawanan dengan minat politiknya sendiri.
Situs-situs Web yang dibuat berdasarkan sudut pandang partisan atau ideologis, akan melansir berita atau informasi yang menyatakan sebuah posisi sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri—dan sering kali sekeras mungkin untuk menguatkan pengikutnya. Tidak seperti media suratkabar yang menyajikan berita dengan meliput secara both-sides, situs-situs partisan atau ideologis seperti itu tidak menyisakan ruang untuk posisi yang berseberangan dengan pendapat mereka. Mereka hanya memberikan argumen yang berat sebelah. Persoalan yang terdapat pada situs-situs ideologis dan partisan, mereka membutakan pengguna terhadap argumen-argumen alternatif. Aliran informasi seperti ini akan membiaskan khalayak. Para pengunjung situs seperti ini mungkin pula berpendapat bahwa ideologi-ideologi pinggiran adalah identik dengan ideologi mainstream [utama].
Dengan demikian, apa yang diuraikan di atas berpotensi menciptakan fragmentasi [politik] di masyarakat. Fragmentasi dapat melemahkan sistem politik yang dibangun di atas konsensus bersama. Padahal kemajemukan kepentingan dapat berfungsi sebagai jaminan stabilitas politik dan melawan despotisme mayoritas. Munculnya berbagai pandangan tentang suatu masalah justru akan menjadi penyeimbang bagi sistem politik yang didominasi partai.
Fragmentasi politik akan membuat publik terpecah ke dalam faksi-faksi. Faksi-faksi dipandang sebagai sesuatu yang buruk karena mereka berpandangan sempit dan egois—yang membuat sekelompok masyarakat hanya memikirkan kepentingannya sendiri dan sulit berempati dan memperhatikan problema orang lain. Kecemasan terhadap faksi adalah bahwa kita mungkin menjadi terisolasi di hadapan sudut pandang orang lain dan kita akan menganggap diri kita paling benar sehingga dapat sangat destruktif terhadap tujuan masyarakat atau bangsa secara umum.
Bila media Internet telah semakin populer dan menyelimuti khalayak serta telah menjadi gaya hidup masyarakat dalam berkomunikasi dan mencari berbagai informasi, dan bila mereka tidak dapat menghasilkan pandangan bersama, maka setidaknya mereka memberikan titik-titik rujukan bersama. Akankah Internet mendorong debat publik yang luas atau justru mendorong fragmentasi dan faksionalisme, tentu waktulah yang akan menentukannya. Tapi adanya kesempatan untuk menelaah dan mendiskusikan isu-isu dari berbagai sudut pandang dan perspektif akan menghasilkan kontribusi penting bagi debat politik yang lebih luas.
Bacaan: “Political Communication Ethics: An Oxymoron?” Edited by Robert E. Denton, Jr, NewYork: Praeger Publisher, 1991, p.203-239.
Diposting sebagai persyaratan untuk memenuhi sebagian persyaratan mata kuliah ‘Etika Komunikasi Politik’ pada Program Pasca Sarjana FISIP Jurusan Komunikasi Politik, Universitas Indonesia, Semester Genap Tahun 2008, asuhan Prof.DR. Alois A. Nugroho.
Disusun oleh Topan R. Hasanuddin NPM : 0706185761
wow keren men.
BalasHapusbener2 sbg media. ada sdm, rohani, politik, cyber....hebring euy.
harusnya Kang Wied itu jadi kepala LIPI. gantiin Taufik Abdullah yg dah pensiun. ato jd KaKanwilut. tak doain dech
slm ukhuwah elha
de folower : lam kenal lagie
BalasHapusdari ausie tlg titip na-she jamblanx yach.
don porget, klik jangankedip.blogspot.com
Thank's to Bang Elha... salam kompak selalu, yach biasa... nge-blog biasanya tergantung mud-nya.. dan menjalin relasi lewat dunia cyber..
BalasHapusMas, boleh kenalan ga sama yang nulis artikel? Kayanya saya kenal deh? Mungkin saya dan dia sama-sama kuliah di Pascasarjana Komunikasi Politik UI...
BalasHapusMas, boleh kenalan ga sama yang nulis artikel? Kayanya saya kenal deh? Mungkin saya dan dia sama-sama kuliah di Pascasarjana Komunikasi Politik UI...
BalasHapus